Diskusi 3 Tuton UT Universitas Terbuka EKMA4565 – Manajemen Perubahan
Pertanyaan Diskusi 3 Tuton EKMA4565
1. Jelaskan perbedaaan antara pengembangan organisasi dan manajemen perubahan.
2. Jelaskan juga tentang resistensi perubahan dan contohnya pada organisi/perusahaan yang Anda ketahui.
Jawaban :
1. Jelaskan perbedaaan antara pengembangan organisasi dan manajemen perubahan.
Perubahan organisasi biasanya dikonotasikan dengan kondisi organisasi yang kurang menguntungkan, dalam pengertian organisasi dituntut untuk melakukan perubahan jika organisasi menghadapi masalah atau kinerja organisasi mengalami penurunan. Weick & Quinn (1999) menyatakan bahwa perubahan organisasi sesungguhya tidak perlu terjadi jika para manajer dan karyawan sejak semula telah mengerjakan pekerjaan mereka dengan benar. Istilah populernya “jika tidak ada yang rusak mengapa harus diubah”. Pandangan seperti ini boleh jadi benar. Sayangnya organisasi bukan entitas yang statis. Secara natural misalnya telah dikatakan bahwa organisasi selalu mengalami perubahan. Demikian juga secara sistem organisasi selalu berinteraksi dengan lingkungan yang besar. Oleh karenanya jika pada lingkungan internal organisasi tidak ada yang salah namun karena lingkungan eksternal mengalami perubahan tentu saja organisasi sebagai sebuah sistem harus berubah. Atau dengan kata lain, pandangan di atas hanyak cocok untuk lingkungan bisnis yang stabil seperti yang terjadi pada tahun 1960-an dan 1970-an.
Meski pada tahun 1951 Kurt Lewin sudah memperkenalkan konsep perubahan yang popular dengan “tiga tahap perubahan – unfreeze, change, and refreeze”, bisa dikatakan bahwa pada periode 1960-an dan 1970-an istilah manajemen perubahan tidak banyak dijumpai (Marshak, 2005) bukan karena saat itu tidak ada perubahan organisasi tetapi karena rendahnya tingkat persaingan dan stabilnya lingkungan bisnis sehingga pola piker “supply creates it own demand – apa yang dihasilkan pasti laku dijual” menjadi pola pikir para manajer (Adler 2002). Akibatnya para manajer cenderung lebih memikirkan bagaimana mengembangkan bisnisnya ketimbang harus memikirkan perubahan organisasi. Oleh karena itu kalaulah pada waktu itu ada upaya pembenahan terhadap organisasi, pembenahannya yang banyak dibantu psikolog di bidang industry dan organisasi sebagai konsultan, cenderung bersifat minor dan terencana. Di samping itu perubahannya lebih ditujukan untuk membenahi sumber daya manusia agar di satu sisi karyawan bisa bekerja lebih efisien dan produktif sejalan dengan pertumbuhan organisasi dan di sisi lain karyawab mendapatkan kepuasan dalam bekerja. Ujung-ujungnya organisasi bisa berfungsi secara efektif karena bisa memenuhi kepentingan dua belah pihak yang kadang-kadang memiliki kepentingan berbeda. Proses pembenahan organisasi seperti ini disebut sebagai pengembangan organisasi (organizational development).
Memasuki tahun 1980-an lingkungan bisnis tidak sestabil periode sebelumnya. Saat itu bahkan banyak industri Amerika mulai berguguran karena terlambat mengantisipasi terjadinya perubahan lingkungan bisnis. Akibatnya para manajer yang merasa shock lantas berupaya untuk mengatasi persoalan yang dihadapinya dengan cara-cara yang tidak konvensional. Tujuannya hanya satu yakni memulihkan kondisi ekonomi bagi perusahaan yang dipimpinnya yang sedang terpuruk, bukan sekedar membenahi proses aktivitas dan sumber daya manusia. Kondisi inilah yang kemudian ditangkap para konsultan manajemen dengan menawarkan pembenahan organisasi yang tidak lagi bersifat minor tetapi lebih revolusioner dengan mengedepankan nilai-nilai ekonomi sebagai hasil akhir pembenahan organisasi ketimbang sekedar perbaikan proses seperti yang terjadi pada periode-periode sebelumnya. Pembenahan organisasi seperti ini belakangan dikenal sebagai manajemen perubahan. Marshak (2005) mengakui bahwa dengan semakin populernya istilah manajemen perubahan, peran dari pengembangan organisasi mulai terpinggirkan. Marshak juga mengakui meskipun manajemen perubahan sesungguhnya merupakan pengembangan dari pengembangan organisasi dan keduanya pada dasarnya tidak jauh berbeda, secara filosofis proses dan tujuannya berbeda.
Perbedaan antara pengembangan organisasi dengan manajemen perubahan yaitu :
a). Manajemen perubahan mengalami tekanan pada hasil atau outcome, sedangkan pada perkembangan organisasi mengalami tekanan pada proses
b). Metode yang dilakukan pada manajemen perubahan adalah proses dilakukan oleh elite organisasi, sedangkan pada perkembangan organisasi menggunakan metode pada proses secara partisipatif
c). Nilai-nilai dominan pada manajemen perubahan adalah ekonomi, sedangkan nilai-nilai dominan pada perkembangan organisasi adalah humanisme
d). Pengertian manajemen perubahan pada manajemen perubahan adalah rekayasa atau arahan, sedangkan pengertian manajemen perubahan pada perkembangan organisasi adalah pemberian fasilitas atau coaching.
Beberapa dimensi lain yang bisa digunakan untuk membedakan antara pengembangan organisasi dan manajemen perubahan, meski keduanya sama-sama berupaya untuk menciptakan dan mengelola organisasi perubahan organisasi, dan dalam banyak kasus keduanya menggunakan proses dan prinsip-prinsip yang sama, titik tekan keduanya tetap saja berbeda. Sebagai contoh, bahasa dan nilai-nilai dasar pengembangan organisasi dan secara tidak langsung orientasi dari pengembangan organisasi berbasis pada bahasa dan nilai-nilai humanisme dan psikologi sosial. Sementara itu, bahasa dan nilai-nilai dasar manajemen perubahan bertumpu pada bahasa dan nilai-nilai ekonomi dan bisnis.
Perbedaan karakteristik antara pengembangan organisai dan manajemen perubahan menyebabkan para pendukung manajemen perubahan mengklaim bahwa manajemen perubahan merupakan bidang studi yang mandiri terpisah dari bidang studi pengembangan organisasi. Hal ini kemudian diperkuat munculnya teori yang semakin memisahkan pengembangan organisasi dan manajemen perubahan. Teori yang dimaksud adalah Theory E dan Theory O (Beer & Nohria, 2000). Theory E mengorientasikan perubahan berbasis pada nilai-nilai ekonomi dan hal ini dikonotasikan dengan manajemen perubahan, sedangkan Theory O adalah perubahan yang didasarkan pada kapabilitas organisasi atau lebih mementingkan pembenahan proses yang berkonotasi sebagai pengembangan organisasi. Berdasarkan teori ini maka perbedaan antara manajemen perubahan dan pengembangan organisasi semakin tampak dalam hal-hal berikut :
a). Secara teoritik manajemen perubahan memiliki cakupan yang lebih luas ketimbang pengembangan organisasi jika kita melihat bahwa kinerja dan pengembangan sumber daya manusia hanyalah salah satu aspek dari manajemen perubahan yang akan dikaitkan dengan teknologi, operasionalisasi organisasi dan strategi organisasi
b). Peran dari praktisi pengembangan organisasi adalah pihak ketiga yang sekedar menjadi fasilitator dan coach. Sedangkan konsultasi manajemen perubahan dengan bekal pengetahuan yang lebih luas biasanya berkedudukan sebagai bagian dari tim yang cakupannya sangat luas berkisar pada strategi dan organisasi secara keseluruhan
c). Pengembangan organisasi melakukan aktivitasnya dengan sasaran utama merubah sikap dan nilai-nilai individu karyawaj sebagai sarana untuk merubah struktur organisasi. Sementara itu manajemen perubahan lebih menitikberatkan pada perubahan structural unutk memunculkan perilaku baru.
Perdebatan ini sepertinya belum akan berakhir meski upaya-upaya untuk menjembatani perdebatan ini terus dilakukan. Heracleous (2000) menyuarakan hal ini yakni menyarankan agar kedua belah pihak rujuk agar potensi dari kedua belah pihak bisa dioptimalkan. Dari pendukung pengembangan organisasi juga mulai tampak adanya kesadaran bahwa pengembangan organisasi masih memiliki berbagai macam kekurangan.
2. Jelaskan juga tentang resistensi perubahan dan contohnya pada organisi/perusahaan yang Anda ketahui.
Pengertian resistensi terhadap perubahan menurut beberapa ahli yaitu :
a). Oreg (2003), resitensi terhadap perubahan adalah perilaku karyawan yang ditandai dengan munculnya reaksi emosi negatif terhadap perubahan, enggan melakukan suatu perubahan, memiliki fokus jangka pendek ketika bekerja, dan memiliki pemikiran yang kaku (tidak open mind)
• Folger & Skarlicki (2012), resisten terhadap perubahan adalah sebagai perilaku karyawan yang menolak atau mengacaukan asumsi, wacana, dan kekuatan organisasi yang berlaku.
• Herskovitch (2012), resisten terhadap perubahan adalah perilaku karyawan yang dimaksud untuk menghindar perubahan dan atau menggangu suksesnya penerapan perubahan dalam bentuk tertentu
• Lines (2010), resistensi terhadap perubahan adalah perilaku yang memperlambat atau mengakhiri usaha perubahan
• Yilmaz & Kilicoglu (2013), resistensi terhadap perubahan adalah sesuatu yang juka terkait dengan perlawanan yang dilakukan karena adanya kekhawatiran akan kehilangan sesuatu yang berharga yang sudah diketahui sebelumnya dan akan digantikan dengan sesuatu yang baru dan belum diketahui.
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa resistensi terhadap perubahan adalah sikap negative terhadap perubahan yang terdiri dari komponen afektif, behavioral, dan kognitif yang mencakup reaksi negative, perlawanan, atau kekuatan yang menghalangi atau mencegah sebuah perubahan.
Hultman (1995) mengelompokkan resistensi termasuk gejala-gejala yang terkait dengannya menjadi dua yaitu :
• Resistensi aktif, dengan gejala-gejala yang dimunculkan adalah sebagai berikut :
1. Sangat kritis atau aktif mengkritik
2. Mencari-cari kesalahan
3. Suka mencela
4. Suka menakut-nakuti
5. Menggunakan fakta secara selektif
6. Menyalahkan orang lain
7. Sabotase
8. Mengintimidasi atau mengancam
9. Memanipulasi keadaan
10. Mendistorsi fakta
11. Memblokir atau menghalang-halangi
12. Membuat rumor negative
13. Suka berargumentasi
• Resistensi pasif, dengan gejala-gejala yang dimunculkan adalah sebagai berikut :
1. Secara verbal setuju dengan perubahan tetapi pada kenyataannya tidak mengikuti proses perubahan
2. Gagal mengimplementasikan perubahan
3. Menunda-nunda proses perubahan
4. Berpura-pura bodoh
5. Menahan informasi, saran, bantuan, atau dukungan
6. Membiarkan perubahan mengalami kegagalan
Ada beberapa alasan mengapa karyawan resisten terhadap perubahan yaitu :
• Tidak suka perubahan
• Tidak nyaman dengan ketidakpastian
• Persepsi terhadap dampak negative perubahan bagi kepentingan karyawan
• Keterikatan dengan budaya berjalan
• Persepsi tentang pelanggaran kontrak psikologis
• Tidak yakin bahwa perubahan memang dibutuhkan
• Tidak jelas apa yang diharapkan dari perubahan
• Ada keyakinan bahwa perubahan yang diusulkan tidak tepat
• Keyakinan bahwa waktu perubahan tidak tepat
• Perubahan dianggap berlebihan
• Dampak menyeluruh perubahan terhadap kehidupan pribadi
• Dianggap berbenturan dengan etika
• Pengalaman perubahan sebelumnya
• Tidak sepakat dengan cara mengelola perubahan
Menurut Kotter & Schlesinger (1979), metode untuk mengatasi resistensi karyawan yaitu :
• Pendidikan dan komunikasi
• Partisipasi dan pelibatan
• Fasilitasi dan dukungan
• Negosiasi dan kesepakatan
• Manipulasi dan kooptasi
• Ancaman – eksplisit maupun implisit
Contoh resistensi perubahan yaitu pada Strategi GOJEK menghadapi Resistensi Ojek Pangkalan. Tahun 2015, GOJEK sebagai perusahaan penyedia jasa layanan transportasi berbasis online mendapatkan penolakan dari pengemudi ojek pangkalan. Penolakan yang terjadi semakin lama semaki mengkhawatirkan karena mulai mengancam keselamatan mitra GOJEK. Keselamatan dan keamanan adalah hal yang utama dalam suatu pekerjaan. Ancaman kepada mitra GOJEK juga mengancam terhadap perusahaan GOJEK Indonesia. Perusahaan GOJEK Indonesia mulai melakukan penelitian untuk mengetahui seberapa besar respon masyarakat terhadap keberadaan layanan GOJEK. Dari hasil penelitian menunjukkan :
• Secara umum 82% responden menyatakan setuju atas keberadaan GOJEK dibandingkan dengan ojek pangkalan
• Pada empat area dimana terdapat layanan GOJEK (Jabodetabek, Bandung, Surabaya, dan Makassar), respon jauh lebih tinggi dibandingkan dengan area dimana GOJEK belum tersedia
• Tidak ada perbedaan respon yang signifikasn terlihat pada kelompok demografi yang berbeda
• Pada kota yang belum memiliki layanan GOJEK, 68% responden berharap GOJEK dapat segera tersedia di kota mereka
• 32% responden lainnya tidak peduli terhadap keberadaan GOJEK.
Hasil penelitian menunjukkan respon positif dari pasar terhadap layanan GOJEK, dan GOJEK Indonesia berusaha memahami akan permasalahan yang mendasari penolakan terhadap mitra GOJEK yaitu :
• Kesenjangan pendapatan antara pengemudi ojek pangkalan dan mitra GOJEK
• Kurangnya informasi mengenai cara bergabung menjadi mitra GOJEK
• Kurangnya informasi mengenai bagi hasil atau pendapatan pengemudi GOJEK
• Menjadi mitra GOJEK membutuhkan smartphone yang harganya mahal
• Menjadi mitra GOJEK harus mempunyai skill untuk menggunakan smartphone
Manajemen GOJEK memberikan solusi terhadap permasalah yang terjadi seperti :
• Pendidikan dan informasi yang benar kepada pengemudi ojek pangkalan (pendidikan dan informasi)
• Merangkul pengemudi ojek pangkalan untuk bergabung dengan mitra GOJEK (partisipasi)
• Perusahaan GOJEK Indonesia memberikan fasilitas pengadaan smartphone sekaligus pelatihan kepada pengemudi ojek pangkalan (fasilitas dan dukungan)
• GOJEK mengutamakan pengemudi ojek pangkalan untuk mendaftar. Secara tidak langsung GOJEK berusaha untuk mengambil hati pengemudi ojek pangkalan untuk menyetujui keberadaan GOJEK (negosiasi dan persetujuan)
• GOJEK Indonesia berhasil merekrut sebanyak 16.000 mitra GOJEK, sehingga yang sebelumnya jumlah mitra GOJEK adalah minoritas, secara otomatis berubah menjadi mayoritas (manipulasi)
• Dengan tambahan kekuatan sebanyak 16.000 orang dengan sendirinya, pihak-pihak yang menolak keberadaan GOJEK menjadi lebih sedikit (penekanan/paksaan)
Demikian yang dapat saya sampaikan
Terima kasih.
Sumber :
BMP EKMA4565 halaman 3.18 s.d. 3.22
BMP EKMA4565 halaman 3.32 s.d. 3.40
http://eprints.mercubuana-yogya.ac.id/955/3/BAB%20II.pdf
https://www.academia.edu/35217987/RESISTENSI_PERUBAHAN_ppt
No comments:
Post a Comment